Dear X

konten 1
konten 2
konten 3
GEOGRAFI (3) cita-cita (1) (1)

Senin, 25 Juli 2016

Jika seorang anak tidak dibimbing?

Apa jadinya jika seorang anak tidak dibimbing? Tentu ia akan meraba-raba.. dan bisa jadi menjadi orang "polos" seumur hidupnya...atau mungkin sebaliknya.

Apa jadinya jika seorang anak itu orangtuanya kurang memberikan materilnya? Berbeda dengan anak orang kaya yang mendapatkan materil tapi minim bimbingan. Kalo bahasa nyebelinnya "apes banget tuh anak".

Seorang ayah yang seharusnya membimbing anaknya kemana perginya? Seorang ibu yang seharusnya memberikan perhatian dan kasih sayangnya kemana adanya?

Yang tertulis adalah rekaan, imajinasi anak itu. Bagaimana anak itu bisa belajar membedakan yang benar atau salah tanpa dibimbing? Ya, anak itu punya hati kecil yang bisa dia ajak bicara. Dia melihat kehidupan orang dewasa adalah kehidupan yang ingin dia hindari karena mereka tidak bertindak berdasarkan hati kecil mereka masing-masing. Atau mungkin, karena dosa menutup hati kecil mereka?

Aku tau sebuah pola, yang menyebabkan muslim negara ini menjadi lemah. Pada saat dulu mata lainku terbuka, dan aku coba menanyakan pada seseorang untuk membuktikan rekaan tersebut, kenyataannya memang benar. Mau kuberitahu pola itu?

Tidak ada yang memberitahuku pola tersebut, tentu saja ini observasi murniku sendiri.

Orang muslim borju di kota-kota jaman sekarang, memiliki anak sedikit dan kurang mendidiknya, tetapi melimpahkan materil cukup banyak. Anak-anak itu mendapatkan pelajaran hidup dari era digitalisasi entah dari TV maupun internet, serta medsos, pertemanan yang membentuk mereka. Guru di negara ini hanya formalitas--sisanya harus ikut les supaya nilai bagus sesuai ekspektasi orang tua.
Orangtua pergi pagi, pulang malam--terjebak dalam pola kemacetan kota--salah satu dampak pemusatan daerah bisnis di kota yang kita sebut CBD, tetapi tidak diimbangi oleh pemukiman dekat di sekitarnya.

Pola:
anak-anak orang borju ini sebenarnya memiliki bibit-bibit pintar. Karena bosan mereka bisa melakukan apa saja hingga penyimpangan (ingat mereka punya materi)--ke diskotik, mungkin hingga mencoba minuman berakohol dan jika parah banget bisa kena narkoba hingga freesex. Mereka mengatakannya itu "gaya hidup".
Setelah kapitalisme berkuasa di negara ini, menganut ajaran "manusia tidak pernah puas" (padahal semestinya puas didapatkan jika banyak bersyukur).
Akhirnya jika anak-anak ini sudah dewasa dan mendapatkan jabatan yang baik, mereka akan melakukan hal yang sama seperti orangtuanya lakukan (jika mereka tidak mendapatkan pencerahan untuk mendidik anak anak mereka berbeda seperti saat orangtua mereka mendidik mereka). Tapi hanya sekian persen anak-anak ini yang mendapatkan jabatan yang baik, sisanya melalui KONEKSI. Oleh karenanya nepotisme merebak (meskipun dalam beberapa hal nepotisme cukup baik jika ingin menjaring bibit bebet bobot berkualitas).
Ingat tentang pertanyaan, "Orang tua kamu kerja dimana? Sebagai apa?" itu termasuk cara menjaring koneksi.

Lalu bagaimana dengan anak-anak yang tidak borju? Ada 2 pilihan. Jika dia kuat dia akan mencapai level seperti orangtua anak-anak borju, tetapi bisa mendidik dengan baik--namun ada saja yang mementingkan materil. Pilihannya ada pada mindset "Gue mau kaya" atau tujuan "jika sudah menjadi kaya mau apa?"--rata-rata orang memilih kaya untuk diri sendiri bukan kaya untuk memberi pada orang lain. Kenapa ini terjadi?
1. Era globalisasi. Banyaknya barang membuat keinginan orang menjadi banyak "konsumtif" yang berakar pada cinta dunia--hukum kapitalisme memuat "manusia tidak pernah puas".
2. Gengsi. Pola pikir mengakar pada lingkungan berakibat mau tidak mau menjadi konsumtif. Padahal itu semua tergantung kitanya mainstream atau tidak.
3. Iman lemah. Ini karena pendidikan kurang menekankan hati kecil untuk mempelajari agama. Banyak doktrinasi yang ada orang yang bisa didoktrinasi tapi semakin lama akan ada orang yang muak dengan doktrinasi

Pada akhirnya kita semua akan setuju bahwa "kapitalisme" adalah racun dari kehancuran bibit-bibit muda negara ini. Mengakar dari ekonomi hingga pola pikir. Masa bodoh yang penting gue senang, memberhalakan uang atau materi sebagai alat pemuas. Padahal jika ditilik lagi barang (atau pun makanan) tidak akan memuaskan--tapi rasa syukurlah yang membuat kita puas.

Btw untuk makanan, kapitalisme sekarang lebih banyak "makanan". Padahal sebaiknya orang berhenti sebelum kenyang (hadist). Dengan sudah merasakan kenyang, sensitifitas pada lingkungan akan berkurang (sensifitas pada manusia lain, hewan, tumbuhan, ---anggaplah semesta).

Tidakkah ingat, bahwa tugas manusia pada mulanya adalah menjadi KHALIFAH di bumi?
Pada dasarnya jika memang demikan adanya, maka seharusnya setiap orang wajib hukumnya untuk belajar menjadi khalifah yang baik. Dan menjadi khalifah memiliki persyaratan tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

merci beaucoup~ :) your opinion's so valuable for me



Powered by mp3skull.com