Dear X

konten 1
konten 2
konten 3
GEOGRAFI (3) cita-cita (1) (1)

Selasa, 08 Desember 2015

Tanah di Jakarta (sekilas tentang harga tanah) Jakarta & tata kota

Tulisan ini tidak terlalu akademis, karena tidak menuliskan data kuantitatif. Terutama mengenai harga tanah di Jakarta.

Sudah kita ketahui bahwa lingkungan di Jakarta baik udara, tanah, air sudah tidak dalam kondisi baik, bahkan dapat dikatakan tercemar. Namun warga Indonesia dari seluruh pelosok Indonesia masih berduyun-duyun memilih datang ke kota ini. Ya, ternyata degradasi lingkungan bukanlah penghalang orang untuk tinggal di Jakarta, tetapi desakan ekonomilah dan fasilitas yang memadai (bahkan "mewah") yang menuai berkumpulnya masyarakat di suatu tempat. Tidak dapat dipungkiri, dimana ada pekerjaan yang layak disitulah manusia mengejarnya. Demikianlah Jakarta. Bagai roti yang dikerumuni semut-semut dari berbagai suku. Tidak peduli roti tersebut di daerah bersih, berlumpur atau tidak. Ah, kebutuhan hiduplah yang mendorong orang-orang ke Jakarta.

Jika sudah bekerja, orang tentu butuh tempat tinggal. Namun karena tanah di Jakarta cukup sangat mahal, maka orang tidak mampu membeli rumah di dekat tempat kerja. Akhirnya orang memilih menyewa dekat tempat kerja untuk ditinggali sementara.

Namun jika berkeinginan memiliki rumah (terutama pasangan muda) dan dana kurang membelinya di Jakarta, maka pilihan jatuh ke daerah rumah murah yang tidak begitu jauh dari tempatnya bekerja. Kebetulan daerah yang cukup terjangkau ada di luar Jakarta yaitu antara bodetabek. Itupun dengan menabung sekitar 8 tahun jika cash, dan kurang 5 tahun jika kredit (untuk DP, belum untuk cicilannya). Kita sederhanakan saja: akhirnya yang terjadi ialah komunitas ulang-alik yang kita sebut komutter. Mereka inilah yang bermacet-macetan menuju ibukota tiap pagi dan menuju rumahnya masing-masing jika menjelang malam. Berdesak-desakan jika dengan kendaraan umum, bermacet-macetan jika dengan kendaraan pribadi.

Jika pemerintah mau menyalahkan, bukanlah orang yang bekerja ini dengan kendaraan pribadi atau umum yang harus dipersalahkan, tapi:
1. Kenapa konsentrasi pekerjaan mayoritas menumpuk di Jakarta?
2. Kenapa tidak dibuat sistem dimana rumah pekerja diwajibkan dekat dengan tempatnya bekerja? Mungkin dengan apartemen yang tidak mahal di sekitar tempat bekerja, perusahaan memberikan mess untuk tinggal atau posisi tempat tinggal sewa yang strategis dari kantor, dll.

Kembali pada topik tanah di Jakarta.
Ya, tanah di Jakarta semakin ke pusat Jakarta semakin mahal sekitar entah berapa M. Hal ini tidak ada kaitannya dengan semakin terdegradasinya lingkungan Jakarta (kecuali jika dikaitkan dengan daerah semakin ke utara Jakarta semakin rusak airnya atau terkena intrusi). Degradasi yang dimaksud ialah air, tanah dan udara. Persoalannya tanah di Jakarta semakin tinggi karena pajak semakin ditinggikan, spekulan tanah bermain, dan semakin pentingnya Jakarta sebagai tempat pergerakan uang terbesar di Indonesia. Bayangkan saja, 70% pergerakan uang di Indonesia ada di Jakarta!

Padahal, jika dipikir-pikir kalau tinggal di rumah yang air, udara dan tanahnya sudah tercemar untuk apa? Karena akan membuat kondisi kesehatan kurang baik. Untuk apa uang itu sendiri jika lingkungan, bahkan lingkungan calon rumah sendiri sudah tercemar? Hidup mencari nafkah, tapi nafkah yang dipergunakan tidak bisa menebus biaya pengobatan yang sangat besar dari pencemaran lingkungan tersebut. Tubuh yang sudah terkena kontaminasi akan sulit dikembalikan semula kesehatannya.

Pertanyaannya, bisakah alam termasuk tanah, air dan udara di Jakarta ini diperbaiki? Satu-satunya jawaban adalah penataan kota yang baik melalui penataan oleh para ahli lingkungan, warganya sendiri dan para rekayasawan/teknolog. Seperti dalam buku "Kota yang Berkelanjutan" oleh Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, kota berkelanjutan ialah kota yang merupakan perpaduan antara ecopolis, humanopolis dan technopolis.

Yang menjadi masalah, siapa yang mau menjadi “jembatan” agar bersatu memperbaiki kota ini? Contoh orang Indonesia yang berhasil menjembatani yakni Astrid Sri Haryati dengan kota San Francisco dan kota Chicago, Amerika? (sebagai catatan beliau menjembatani dalam aspek penghijauan kota, bukan dalam hal seluruh aspek lingkungan, tetapi poinnya ialah “menjembatani”). Next time tentang beliau akan saya bahas dalam blog ini. Intinya, diperlukan penasehat dari pihak ahli lingkungan, warga kota Jakarta, dan perekayasawan/wati/teknolog yang menjembatani demi kepentingan bersama (berdiskusi bersama).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

merci beaucoup~ :) your opinion's so valuable for me



Powered by mp3skull.com