Tulisan ini tidak terlalu akademis, karena
tidak menuliskan data kuantitatif. Terutama mengenai harga tanah di Jakarta.
Sudah kita ketahui bahwa lingkungan di
Jakarta baik udara, tanah, air sudah tidak dalam kondisi baik, bahkan dapat
dikatakan tercemar. Namun warga Indonesia dari seluruh pelosok Indonesia masih
berduyun-duyun memilih datang ke kota ini. Ya, ternyata degradasi lingkungan
bukanlah penghalang orang untuk tinggal di Jakarta, tetapi desakan ekonomilah
dan fasilitas yang memadai (bahkan "mewah") yang menuai berkumpulnya
masyarakat di suatu tempat. Tidak dapat dipungkiri, dimana ada pekerjaan yang
layak disitulah manusia mengejarnya. Demikianlah Jakarta. Bagai roti yang
dikerumuni semut-semut dari berbagai suku. Tidak peduli roti tersebut di daerah
bersih, berlumpur atau tidak. Ah, kebutuhan hiduplah yang mendorong orang-orang
ke Jakarta.
Jika sudah bekerja, orang tentu butuh
tempat tinggal. Namun karena tanah di Jakarta cukup sangat mahal, maka orang
tidak mampu membeli rumah di dekat tempat kerja. Akhirnya orang memilih menyewa
dekat tempat kerja untuk ditinggali sementara.
Namun jika berkeinginan memiliki rumah (terutama
pasangan muda) dan dana kurang membelinya di Jakarta, maka pilihan jatuh ke
daerah rumah murah yang tidak begitu jauh dari tempatnya bekerja. Kebetulan
daerah yang cukup terjangkau ada di luar Jakarta yaitu antara bodetabek. Itupun
dengan menabung sekitar 8 tahun jika cash, dan kurang 5 tahun jika kredit
(untuk DP, belum untuk cicilannya). Kita sederhanakan saja: akhirnya yang
terjadi ialah komunitas ulang-alik yang kita sebut komutter. Mereka inilah yang
bermacet-macetan menuju ibukota tiap pagi dan menuju rumahnya masing-masing
jika menjelang malam. Berdesak-desakan jika dengan kendaraan umum,
bermacet-macetan jika dengan kendaraan pribadi.
Jika pemerintah mau menyalahkan, bukanlah
orang yang bekerja ini dengan kendaraan pribadi atau umum yang harus
dipersalahkan, tapi:
1. Kenapa konsentrasi pekerjaan mayoritas
menumpuk di Jakarta?
2. Kenapa tidak dibuat sistem dimana rumah
pekerja diwajibkan dekat dengan tempatnya bekerja? Mungkin dengan apartemen
yang tidak mahal di sekitar tempat bekerja, perusahaan memberikan mess untuk tinggal atau posisi tempat
tinggal sewa yang strategis dari kantor, dll.
Kembali pada topik tanah di Jakarta.
Ya, tanah di Jakarta semakin ke pusat
Jakarta semakin mahal sekitar entah berapa M. Hal ini tidak ada kaitannya
dengan semakin terdegradasinya lingkungan Jakarta (kecuali jika dikaitkan
dengan daerah semakin ke utara Jakarta semakin rusak airnya atau terkena
intrusi). Degradasi yang dimaksud ialah air, tanah dan udara. Persoalannya
tanah di Jakarta semakin tinggi karena pajak semakin ditinggikan, spekulan
tanah bermain, dan semakin pentingnya Jakarta sebagai tempat pergerakan uang
terbesar di Indonesia. Bayangkan saja, 70% pergerakan uang di Indonesia ada di
Jakarta!
Padahal, jika dipikir-pikir kalau tinggal
di rumah yang air, udara dan tanahnya sudah tercemar untuk apa? Karena akan
membuat kondisi kesehatan kurang baik. Untuk apa uang itu sendiri jika
lingkungan, bahkan lingkungan calon rumah sendiri sudah tercemar? Hidup mencari
nafkah, tapi nafkah yang dipergunakan tidak bisa menebus biaya pengobatan yang
sangat besar dari pencemaran lingkungan tersebut. Tubuh yang sudah terkena
kontaminasi akan sulit dikembalikan semula kesehatannya.
Pertanyaannya, bisakah alam termasuk
tanah, air dan udara di Jakarta ini diperbaiki? Satu-satunya jawaban adalah
penataan kota yang baik melalui penataan oleh para ahli lingkungan, warganya
sendiri dan para rekayasawan/teknolog. Seperti dalam buku "Kota yang
Berkelanjutan" oleh Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, kota berkelanjutan
ialah kota yang merupakan perpaduan antara ecopolis, humanopolis dan
technopolis.
Yang menjadi masalah, siapa yang mau
menjadi “jembatan” agar bersatu memperbaiki kota ini? Contoh orang Indonesia
yang berhasil menjembatani yakni Astrid Sri Haryati dengan kota San Francisco
dan kota Chicago, Amerika? (sebagai catatan beliau menjembatani dalam aspek
penghijauan kota, bukan dalam hal seluruh aspek lingkungan, tetapi poinnya
ialah “menjembatani”). Next time tentang beliau akan saya bahas dalam blog ini.
Intinya, diperlukan penasehat dari pihak ahli lingkungan, warga kota Jakarta,
dan perekayasawan/wati/teknolog yang menjembatani demi kepentingan bersama (berdiskusi
bersama).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
merci beaucoup~ :) your opinion's so valuable for me