Tulisan gue jaman dulu. Sebenernya judulnya diubah..yang asli: "Desakan Sebuah Kebijakan".
Senin, 18 Juni 2012.
REPUBLIKA.CO.ID,Bait tulisan“Sebaiknya pemerintah melakukan...”, “Pemerintah dalam hal ini diharapkan...” dalam tulisan opini-opini media massa dalam sebuah kolom opini, biasanya tidak lepas dari kalimat semacam ini. Seringkali saya membaca tulisan-tulisan opini pada mulanya berbobot, mengkisahkan
berbagai fenomena mengerikan di masyarakat, akan tetapi pada akhirnya tak lepas dari ‘memasrahkan harapannya pada pemerintah’.
Saya tidak mencoba berargumen bahwa tulisan tersebut adalah sebuah kesalahan. Kesalahan utama adalah saat kita sebagai makhlukNya kadang ingin merasa benar, sehingga tidak mencoba menelusuri lewat kacamata orang lain. Pemerintah, dalam suatu negara adalah sebuah maha-organisasi, yang sangat besar wewenangnya, tetapi tetaplah pemerintah yang terdiri dari individu-individu. Artinya ketidaksinkronisasi sangat mungkin terjadi disini. Sinkronisasi bahwa tidak semua dari mereka tahu apa yang kita ketahui.
Pelayangan ketidakpuasan di negeri ini, baik berbentuk kekesalan, kesedihan, ketidaksenangan seringkali terkuak lewat media yang tidak langsung bersinggungan dengan pemerintah. Twitter, facebookmisalnya. Media massa seperti koran dan radio sendiri pun bisa dikategorikan media tidak langsung yang bersinggungan dengan pemerintah.
Permasalahan utama disini adalah mengapa tidak dibuat sarana pelampiasan permasalahan di Indonesia semacam operator customer service yang langsung terhubung dengan pemerintah? Konsep yang serupa dengan perusahaan penjual produk pada pembelinya untuk mengetahui keinginan sang pembeli. Tentunya konsep ini berarti dimana customer adalah rakyat, dan rakyat menjadi “pembeli” akan service pemerintah.
Konsep operator ini bisa dalam bentuk layanan telepon langsung bebas pulsa dimana, sang operator menjadi pencatat apa yang diinginkan masyarakat. Catatan operator hanyalah poin-poin inti yang diberikan pada pemerintah. Jika pemerintah yang dimaksud adalah presiden, catatan ini diberikan langsung pada beliau. Jika pemerintah yang dimaksud adalah kepala menteri perdagangan pun, catatan ini diberikan langsung pula. Penyertaan bukti catatan dapat berupa rekaman percakapan telepon antara rakyat yang komplain dengan operator.
Namun customer service tidaklah boleh satu arah saja. Perlu ada timbal-balik “jawaban” pada si rakyat yang komplain. Rakyat yang komplain harus memberikan kontak nomor yang bisa dihubungi. Ini dimaksudkan agar komunikasi tetap terjalin sampai permasalahan diselesaikan oleh pemerintah. Kontak nomor pun merupakan bentuk tanggung jawab sang rakyat yang komplain. Sebuah ancaman pula bagi sang rakyat jika komplain yang ia berikan adalah dusta belaka. Sebagai rakyat yang baik, tentunya, rakyat yang komplain pun memiliki keinginan untuk terus-menerus mengikuti permasalahan kasusnya
hingga selesai bukan?
Konsep operator customer service antara rakyat dengan pemerintah bisa dicontohkan sebagai berikut. A dari desa Citarate, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi sudah mencoba komplain rusaknya jalan di desanya yang menyebabkan terhambatnya akses transportasi truk-truk pasir serta aktivitas warga. Ia telah menginformasikan ini pada lurah, bupati, serta gubernur provinsinya melalui surat tetapi hingga mencapai setahun belum ada tanda-tanda perbaikan dari pemerintah tingkat ini. Bersusah payah berusaha melapor pada presiden di istana akan tetapi nihil. Nihil karena ia dianggap tidak berkepentingan dengan presiden secara khusus, ataupun belum memiliki janji dengan presiden. Berita tentang rusaknya jalan di Desa Citarate pun sudah dipublikasikan media, akan tetapi akhirnya tenggelam oleh berita-berita yang lebih hot dari rusaknya akses jalan Citarate. Akhirnya permasalahan tidak terselesaikan, dan masih terus berlanjut dengan terhambatnya aktivitas warga Citarate.
Saya tidak mencoba berargumen bahwa tulisan tersebut adalah sebuah kesalahan. Kesalahan utama adalah saat kita sebagai makhlukNya kadang ingin merasa benar, sehingga tidak mencoba menelusuri lewat kacamata orang lain. Pemerintah, dalam suatu negara adalah sebuah maha-organisasi, yang sangat besar wewenangnya, tetapi tetaplah pemerintah yang terdiri dari individu-individu. Artinya ketidaksinkronisasi sangat mungkin terjadi disini. Sinkronisasi bahwa tidak semua dari mereka tahu apa yang kita ketahui.
Pelayangan ketidakpuasan di negeri ini, baik berbentuk kekesalan, kesedihan, ketidaksenangan seringkali terkuak lewat media yang tidak langsung bersinggungan dengan pemerintah. Twitter, facebookmisalnya. Media massa seperti koran dan radio sendiri pun bisa dikategorikan media tidak langsung yang bersinggungan dengan pemerintah.
Permasalahan utama disini adalah mengapa tidak dibuat sarana pelampiasan permasalahan di Indonesia semacam operator customer service yang langsung terhubung dengan pemerintah? Konsep yang serupa dengan perusahaan penjual produk pada pembelinya untuk mengetahui keinginan sang pembeli. Tentunya konsep ini berarti dimana customer adalah rakyat, dan rakyat menjadi “pembeli” akan service pemerintah.
Konsep operator ini bisa dalam bentuk layanan telepon langsung bebas pulsa dimana, sang operator menjadi pencatat apa yang diinginkan masyarakat. Catatan operator hanyalah poin-poin inti yang diberikan pada pemerintah. Jika pemerintah yang dimaksud adalah presiden, catatan ini diberikan langsung pada beliau. Jika pemerintah yang dimaksud adalah kepala menteri perdagangan pun, catatan ini diberikan langsung pula. Penyertaan bukti catatan dapat berupa rekaman percakapan telepon antara rakyat yang komplain dengan operator.
Namun customer service tidaklah boleh satu arah saja. Perlu ada timbal-balik “jawaban” pada si rakyat yang komplain. Rakyat yang komplain harus memberikan kontak nomor yang bisa dihubungi. Ini dimaksudkan agar komunikasi tetap terjalin sampai permasalahan diselesaikan oleh pemerintah. Kontak nomor pun merupakan bentuk tanggung jawab sang rakyat yang komplain. Sebuah ancaman pula bagi sang rakyat jika komplain yang ia berikan adalah dusta belaka. Sebagai rakyat yang baik, tentunya, rakyat yang komplain pun memiliki keinginan untuk terus-menerus mengikuti permasalahan kasusnya
hingga selesai bukan?
Konsep operator customer service antara rakyat dengan pemerintah bisa dicontohkan sebagai berikut. A dari desa Citarate, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi sudah mencoba komplain rusaknya jalan di desanya yang menyebabkan terhambatnya akses transportasi truk-truk pasir serta aktivitas warga. Ia telah menginformasikan ini pada lurah, bupati, serta gubernur provinsinya melalui surat tetapi hingga mencapai setahun belum ada tanda-tanda perbaikan dari pemerintah tingkat ini. Bersusah payah berusaha melapor pada presiden di istana akan tetapi nihil. Nihil karena ia dianggap tidak berkepentingan dengan presiden secara khusus, ataupun belum memiliki janji dengan presiden. Berita tentang rusaknya jalan di Desa Citarate pun sudah dipublikasikan media, akan tetapi akhirnya tenggelam oleh berita-berita yang lebih hot dari rusaknya akses jalan Citarate. Akhirnya permasalahan tidak terselesaikan, dan masih terus berlanjut dengan terhambatnya aktivitas warga Citarate.
Dari kacamata saya, presiden pastilah sangat sibuk serta memiliki jadwal khusus dalam kepresidenannya (seperti kunjungan demi menjaga hubungan baik negara, rapat-rapat, dan sebagainya), sehingga memang individu yang ingin menemui beliau akan kesulitan. Konsep operator customer service adalah wadah agar semua komplain warga yang ingin diselesaikan tertampung, sehingga ketidakadilan di negeri ini tercapai secara lebih cepat. Melalui media telekomunikasi canggih seperti telepon, mengapa tidak dimanfaatkan?
penulis: Lady Hafidaty (Mahasiswi Geografi 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
merci beaucoup~ :) your opinion's so valuable for me