Dear X

konten 1
konten 2
konten 3
GEOGRAFI (3) cita-cita (1) (1)

Senin, 25 Juli 2016

Jika seorang anak tidak dibimbing?

Apa jadinya jika seorang anak tidak dibimbing? Tentu ia akan meraba-raba.. dan bisa jadi menjadi orang "polos" seumur hidupnya...atau mungkin sebaliknya.

Apa jadinya jika seorang anak itu orangtuanya kurang memberikan materilnya? Berbeda dengan anak orang kaya yang mendapatkan materil tapi minim bimbingan. Kalo bahasa nyebelinnya "apes banget tuh anak".

Seorang ayah yang seharusnya membimbing anaknya kemana perginya? Seorang ibu yang seharusnya memberikan perhatian dan kasih sayangnya kemana adanya?

Yang tertulis adalah rekaan, imajinasi anak itu. Bagaimana anak itu bisa belajar membedakan yang benar atau salah tanpa dibimbing? Ya, anak itu punya hati kecil yang bisa dia ajak bicara. Dia melihat kehidupan orang dewasa adalah kehidupan yang ingin dia hindari karena mereka tidak bertindak berdasarkan hati kecil mereka masing-masing. Atau mungkin, karena dosa menutup hati kecil mereka?

Aku tau sebuah pola, yang menyebabkan muslim negara ini menjadi lemah. Pada saat dulu mata lainku terbuka, dan aku coba menanyakan pada seseorang untuk membuktikan rekaan tersebut, kenyataannya memang benar. Mau kuberitahu pola itu?

Tidak ada yang memberitahuku pola tersebut, tentu saja ini observasi murniku sendiri.

Orang muslim borju di kota-kota jaman sekarang, memiliki anak sedikit dan kurang mendidiknya, tetapi melimpahkan materil cukup banyak. Anak-anak itu mendapatkan pelajaran hidup dari era digitalisasi entah dari TV maupun internet, serta medsos, pertemanan yang membentuk mereka. Guru di negara ini hanya formalitas--sisanya harus ikut les supaya nilai bagus sesuai ekspektasi orang tua.
Orangtua pergi pagi, pulang malam--terjebak dalam pola kemacetan kota--salah satu dampak pemusatan daerah bisnis di kota yang kita sebut CBD, tetapi tidak diimbangi oleh pemukiman dekat di sekitarnya.

Pola:
anak-anak orang borju ini sebenarnya memiliki bibit-bibit pintar. Karena bosan mereka bisa melakukan apa saja hingga penyimpangan (ingat mereka punya materi)--ke diskotik, mungkin hingga mencoba minuman berakohol dan jika parah banget bisa kena narkoba hingga freesex. Mereka mengatakannya itu "gaya hidup".
Setelah kapitalisme berkuasa di negara ini, menganut ajaran "manusia tidak pernah puas" (padahal semestinya puas didapatkan jika banyak bersyukur).
Akhirnya jika anak-anak ini sudah dewasa dan mendapatkan jabatan yang baik, mereka akan melakukan hal yang sama seperti orangtuanya lakukan (jika mereka tidak mendapatkan pencerahan untuk mendidik anak anak mereka berbeda seperti saat orangtua mereka mendidik mereka). Tapi hanya sekian persen anak-anak ini yang mendapatkan jabatan yang baik, sisanya melalui KONEKSI. Oleh karenanya nepotisme merebak (meskipun dalam beberapa hal nepotisme cukup baik jika ingin menjaring bibit bebet bobot berkualitas).
Ingat tentang pertanyaan, "Orang tua kamu kerja dimana? Sebagai apa?" itu termasuk cara menjaring koneksi.

Lalu bagaimana dengan anak-anak yang tidak borju? Ada 2 pilihan. Jika dia kuat dia akan mencapai level seperti orangtua anak-anak borju, tetapi bisa mendidik dengan baik--namun ada saja yang mementingkan materil. Pilihannya ada pada mindset "Gue mau kaya" atau tujuan "jika sudah menjadi kaya mau apa?"--rata-rata orang memilih kaya untuk diri sendiri bukan kaya untuk memberi pada orang lain. Kenapa ini terjadi?
1. Era globalisasi. Banyaknya barang membuat keinginan orang menjadi banyak "konsumtif" yang berakar pada cinta dunia--hukum kapitalisme memuat "manusia tidak pernah puas".
2. Gengsi. Pola pikir mengakar pada lingkungan berakibat mau tidak mau menjadi konsumtif. Padahal itu semua tergantung kitanya mainstream atau tidak.
3. Iman lemah. Ini karena pendidikan kurang menekankan hati kecil untuk mempelajari agama. Banyak doktrinasi yang ada orang yang bisa didoktrinasi tapi semakin lama akan ada orang yang muak dengan doktrinasi

Pada akhirnya kita semua akan setuju bahwa "kapitalisme" adalah racun dari kehancuran bibit-bibit muda negara ini. Mengakar dari ekonomi hingga pola pikir. Masa bodoh yang penting gue senang, memberhalakan uang atau materi sebagai alat pemuas. Padahal jika ditilik lagi barang (atau pun makanan) tidak akan memuaskan--tapi rasa syukurlah yang membuat kita puas.

Btw untuk makanan, kapitalisme sekarang lebih banyak "makanan". Padahal sebaiknya orang berhenti sebelum kenyang (hadist). Dengan sudah merasakan kenyang, sensitifitas pada lingkungan akan berkurang (sensifitas pada manusia lain, hewan, tumbuhan, ---anggaplah semesta).

Tidakkah ingat, bahwa tugas manusia pada mulanya adalah menjadi KHALIFAH di bumi?
Pada dasarnya jika memang demikan adanya, maka seharusnya setiap orang wajib hukumnya untuk belajar menjadi khalifah yang baik. Dan menjadi khalifah memiliki persyaratan tentunya.

Rabu, 20 Juli 2016

aku masih ingin...

UK.. Maudy Ayunda kuliah di lokasi Oxford

https://www.youtube.com/watch?v=aMtPiiocAzs

Illinois kelihatannya pilihan yang cukup bikin excited. Prof. Philip Kotler ngajar disana euy....bapak marketing modern. Ada jg td sempet baca literatur geografi fisik, yang bikin buku orang sana juga.. Wew. D kampus gue bikin buku itungan jari, disana udah kayak makanan sehari-hari. Iyalah beda sistem belajarnya dari masih kecil.

Konyol di Indo ini ya gitu, SD SMP SMA padet, semua dipelajari.. Gitu kuliah. Mendadak dunia jadi lega dan leyeh2.. Mestinya jaman sekolah dulu langsung aja sih ambil yang diminatin. Jadi ga buang-buang energi. Tauuk!

Selasa, 19 Juli 2016

19 Juli 2011

ada banyak topik yg belum tersentuh. Sejauh kita menutup mata, atau sejauh kita belum tau.. i hate study, yg saya lakukan bukan belajar, tapi mencari tau. I want to know the details

Lady, 19 Juli 2011. efbeh

Cuma gelas saja...harganya...

Halo pembaca kece! Minal aidin wal faidzin yaa semuanya! Maaf selama ini sering menjumpai postingan-postingan ga penting dari gue.. Wakakak :p

Well, kali ini gue bakalan ngomongin harga-harga yang membengkak ngeri dalam kurun waktu (nyaris) 3 tahun. Periode siapakah ini? (skip soal politik).

Gue barusan tadi ke toko buku Eu****, dan melihat harga gelas yang 2013 lalu kisaran Rp7.000 di Super****, jadi kemudian kisaran Rp30.000 tahun 2016 !! WHAT??! Bayangkan kenaikan 43%! *mau pingsan*

Ada apa dunia (Indonesia)?

Kalo dulu tahun 1998/1999 inflasinya 45,9%.... ini cuma lihat harga gelas aja, 43% (ini belum liat harga pangan dll). Sekedar informasi ini gelasnya sama merk & bahannya. Ada yang berani telusuri sampai produsennya kenapa harganya naik? Ini sungguh ironis.

Belakangan ini gue juga lihat di supermarket mulai jual produk (buah) Korea. Wah, MEA sudah dimulai ya bos? Gue baru ngeh.

Sampai kapan Indonesia menjajaki kolonialisme era baru?

Gue cuma mau bilang WOW tapi dibalik, jempol kebawah. Makasih banyak pemerintahku. Aku cinta negeriku tapi tidak cinta kamu. (evil).

Gak heran sih banyak yang mau tinggal di luar negeri, bro, sist. Tapi mereka sebenernya sedih, ingin tinggal di Indonesia ga dihargain, harga-harga juga tidak bersahabat. Sandang, pangan, papan utama, dan pendidikan. Gedein anak disini perjuangan banget yah. Gue salut sama yang ortunya bisa survive naik turun perjuangannya TAPI dengan UANG HALAL.

Jaman sekarang apa sih yang diliat orang semenjak ada era digital sosmed? EKSIS, GENGSI makin menjadi-jadi. Bukankah sudah pernah saya sebutkan:

2 hal yang menjadi BUMERANG kemajuan masyarakat Indonesia: (1)Budaya pamer; (2) Malas membaca (juga berpikir untuk memahami bacaan) ~Lady 

(untuk poin pertama implikasinya “menggelinding” jauuuuh dari pencarian nafkah halal enggaknya, sampe moralnya, sampe budayanya...sampai bedain yang ga baik sama yang baik).

Tingkatan-tingkatan hati: 

Senin, 11 Juli 2016

Rekomendasi Buku untuk (calon) Geografer

Dulu gue pernah cari tentang apa yang diperlukan seorang geografer? Dan dodolnya karena buku Esensi Geografi gue ilang, gue fotocopy lagi dari senior—tapi ga menemukan dimana itu tulisannya. Akhirnya setelah iseng (serius, iseng, gan!), nemu juga: 3 jenis mata pelajaran yang mutlak harus dikuasai dengan baik bagi setiap ahli geografià 1. Ilmu iklim; 2.ilmu geomorfologi; 3.ilmu pemetaan/kartografi.

Jadi, tulisan ini saya temukan lagi dari sekian banyak tulisan Prof. Dr. I Made Sandy yang berjudul “Pembentukan Seorang Geograf” di buku Geografi dan Penerapaannya Dalam Pembangunan Wilayah; terbitan tahun 1999 oleh Jurusan Geografi FMIPA-UI, Pusat Penelitian Geografi Terapan, Forum Komunikasi Geografi.

Buat kamu para geografer atau calon bakal geografer, gue rekomendasiin banget ini buku. Well, intip yuk daftar isinya:
1. Pembentukan Seorang Geografer (Prof. Dr. I Made Sandy)–disini saya harus mengkoreksi dari tata bahasa Indonesia, memang semestinya geografer bukan Geograf; geograf adalah alat, geografer adalah orang
2. SIG dan Peranannya (Prof. Dr. I Made Sandy)
3. Sumber Daya Tanah dan SIG (Prof. Dr. I Made Sandy)
4. Data Dasar dan Permasalahannya (Prof. Dr. I Made Sandy)
5. On Geographic Names of Indonesian Maps (Prof. Dr. I Made Sandy)
6. Analisis Geografi (Prof. Dr. I Made Sandy)
7.Penataan Ruang Dalam Pembangunan (Prof. Dr. I Made Sandy)
8.  Pantai dan Wilayah Sekitar (Prof. Dr. I Made Sandy)
9. Kota Pantai (Prof. Dr. I Made Sandy)
10. Pembangunan Wilayah (Prof. Dr. I Made Sandy)
11.Tepi Barat Pasifik dan Kemungkinannya (Prof. Dr. I Made Sandy)
12. Sandy, Tanah dan Pertanahan (Djoni Sukanta)
13. Kota, Apa Kata I Made Sandy (Widyawati)
14. Kenangan Terhadap Bapak I Made Sandy (Asmarul Amri)
15.  I Made Sandy Sebagai Pimpinan, Guru dan Teman (S.B. Silalahi)
16. Geografi Radikal dan Prof. I Made Sandy (Triarko Nurlambang)
17. Ketika Kepercayaan Masyarakat di Tingkat Regional Hilang (Raldi Hendro Koestoer)
18. Atlas Indonesia (Sukendra Martha) –dan sekarang sudah ada buku biografi Pak Sukendra Martha
19. Datum pada GPS (Supriatna)
20. Pendekatan Keruangan dalam Identifikasi Potensi Ekowisata (Darsono dan Taqyuddin)
21. Peranan LSM dalam Pencegahan, Penanganan dan Pemulihan Kualitas DAS (Daerah Aliran Sungai) (Taqyuddin)
22. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk Pemantauan Tanah Kawasan Industri (M.H. Dewi Susilowati dan Tito Latif Indra)


Sabtu, 09 Juli 2016

Tafsir mimpi membaca Al-Qur'an *copas

Tafsir mimpi membaca Al Qur'an yang kira-kira isinya adalah sebagai berikut;
Al-Fatihah: Dibukakan baginya pintu-pintu kebaikan dan ditutup pintu keburukan.

Al-Baqarah: Panjang umurnya dan baik agamanya.

Ali Imran: Bersih diri dan bersih jiwanya serta sanggup menghujah pihak-pihak yang batil.

An-Nisa': Menjadi pembagi harta warisan, mewarisi wanita dan mewariskan harta karena umurnya yang panjang.

Al-Ma'idah: Tinggi darjatnya,kuat keyakinannya dan baik kewarakannya.

Al-An'am: Banyak binatang peliharaannya dan dia menjadi pemurah.

Al-A'raf: Tidak akan keluar dari dunia sebelum dia menginjak bukit Turisina.

Al-Anfal: Menang melawan musuh dan dia mendapat harta ghanimah.

At-Taubah: Hidup terpuji di tengah-tengah masyarakat dan mati dalam keadaan bertaubat.

Yunus: Bagus ibadatnya dan man daripada tipudaya serta ilmu sihir.

Hud: Berhasil tanam-tanamannya dan berkembang binatang ternaknya.

Yusuf: Pada mulanya dia dianiaya orang tetapi kemudian pergi merantau dan berhasil di perantauan.

Al-Ra'du Ibrahim: Menghafaz banyak doa dan cepat beruban. Bagus agama dan urusannnya di sisi Allah.

Al-Hijr: Terpuji di sisi Allah SWT dan di sisi manusia.

An-Nahl: Diberikan ilmu dan kalau dia sedang sakit bererti dia akan sembuh.

Bani Israil: Mulia di sisi Allah SWT dan menang melawan musuh-musuhnya.

Al-Kahfi: Tercapai cita-citanya dan panjang umurnya sehingga dia bosan hidup dan rindu akan mati.

Maryam: Menghidupkan sunah para nabi, dituduh dan dihinakan teteapi akhirnya terbukti kesuciannya.

Taha: Kebal dari khianat tukang-tukang sihir.

Al-Anbiya': Mendapat kemudahaan dan kebahagiaan setelah menghadapi kesusahan dan mendapat ilmu dan khusyuk.

Al-Haj: Dapat mengerjakan haji berulang-ulang insya-Allah.

Al-Mukminun: Kuat imannya dan mati dalam iman.

An-Nur: Allah SWT menerangi hati dan kuburnya.

An-Furqan: Menjadi pemisah antara yang hak dan batil.

As-Syu'ara: Allah SWT melindunginya dari kejahatan.

An-Naml: Diberikan kerajaan atau kekuasaan.

Al-Qasas: Diberikan perbendaharaan yang halal.

Al-Ankabut: Dia dalam penjagaan Allah SWT sehingga matinya.

Ar-Rum: Allah SWT memberikan kekuatan kepadanya untuk menakluki negeri kaum musyrikin.

Luqman: Diberikan hikmah.

As-Sajdah: Mati di atas sejadahnya dan menjadi orang yang berjaya di sisi Allah SWT.

Al-Ahzab: Menjadi kelompok orang bertakwa dan pengikut kebenaran.

Saba': Zuhud di dunia dan suka beruzlah (mengasingkan diri dari masyarakat yang banyak mengerjakan dosa.

Fatir: Allah SWT membukakan pintu-pintu nikmat kepadanya.

Yasin: Dijadikan sebagai pencinta pengikut Rasulullah SAW.

As-Saffat: Mendapat anak yang taat dan mempunyai keyakinan.

Sad: Pandai bertukang dan banyak hartanya.

Al-Zumar: Bersih agamanya dan baik akhir hayatnya.

Al-Mukmin: Diangkat darjatnya di dunia dan akhirat dan mengalir kebaikan-kebaikan melalui tangannya.

Hamim As-Sajdah: Menjadi penyeru kepada yang hak dan ramai yang mencintainya.

Hamim Ain Sin Qaf: Panjang umurnya.

Al-Zukhruf: Jujur dalam percakapannya.

Al-Dhukan: Diberikan kekayaan.

Al-Jasiah: Menjadi khusyuk dan takut kepada Allah SWT.

Al-Ahqaf: Melihat perkara-perkara ajaib di dunia.

Muhammad: Menjadi baik sirah (perjalanan hidupnya).

Al-Fath: Diberi taufik untuk berjihad.

Al-Hujurat: Allah SWT merahmatinya.

Qaf: Dimurahkan rezekinya.

Al-Zariat: Menjadi tanam-tanamnya.

Al-Tur: Bererti dia sudah dekat dengan Makkah Al-Mukarramah.

An-Najm: Mendapat anak yang cantik dan terpandang.

Al-Qamar: Kebal daripada ilmu-ilmu sihir.

Ar-Rahman: Mendapat nikmat di dunia dan mendapat rahmat di akhirat.

Al-Waqi'ah: Bersegera kepada taat.

Al-Hadid: Sihat badan dan dipuji orang.

Al-Mujadalah: Membantah pihak yg. batil serta sanggup memberikan hujah-hujah bernas.

Al-Hasyar: Dia mengancurkan musuh-musuhnya.

Al-Mumtahanah: Mendapat rintangan dan cubaan tetapi diberi ganjaran.

As-Saff: Ingin mati syahid.

Al-Jum'at: Allah SWT mengumpulkan pelbagai kebaikan baginya.

Al-Munafiqun: Lepas daripada kemunafikan.

At-Taghabun: Tetap di atas petunjuk.

At-Talaq: Terjadinya pertengkaran antara suami dan isteri dan terkadang sampai kepada perceraian.

Al-Mulk: Besar kerajaannya.

Nun al-Qalam: Diberi kefasihan dan pandai menulis.

Al-Haqqah: Dia berdiri di atas hak.

Al-Ma'arij: Berada dalam keadaan aman di ditolong.

Nuh: Menjadi penyeru kepada kebaikan dan pencegah dari yang mungkar serta mengalahkan musuh-musuhnya.

Al-Jin: Terpelihara dari gangguan syaitan.

Al-Muzammil: Diberi taufik untuk mengerjakan solat tahjud.

Al-Mudassir: Baiklah tempat tidurnya dan dia menjadi orang sabar.

Al-Qimayah: Tidak mahu bersumpah untuk selama-lamanya.

Al-Insan: Menjadi orang yang pemurah, bersyukur dan baik penghidupannya.

Al-Mursalat: Diluaskan rezekinya.

'Amma Yatussalun: Menjadi mulia dan masyur kemuliaannya.

An-Nazi'at: Dicabut kesusahan dan sifat khianat dari hatinya.

'Abasa: Dia memberikan zakat dan sedekah.

Al-Takwir: Banyak melancong dan banyak mendapat keuntungan.

Al-Infithoor: Dekat kepadanya raja-raja dan pembesar serta mereka menghormatinya.

Al-Mutaffifin: Allah SWT memberikan sifat amanah kepadanya, sifat adil dan menyempurnakan janji.

Al-Insyiqaq: Ramai anak dan keturunannya.

Al-Buruj: Lepas dari dukacita dan mendapat ilmu. Ada yang mengatakan ilmu yang dimaksud ialah ilmu nujum.

At-Tariq: Diberi taufik untuk banyak bertasbih.

Al-A'la: Mudah segala urusannya.

Al-Ghasiyah: Naik pangkat atau martabatnya.

Al-Fajr: Diberi pakaian yang cantik-cantik.

Al-Balad: Suka membeRi makan kepada orang lain, memuliakan anak yatim dan menyayangi orang-orang lemah.

As-Syams: Diberikan kepintaran, kecerdikan dan kefahaman.

Al-Lail: Diberi taufik untuk qiyamullail dan terpelihara daripada terbongkarnya rahsianya.

Ad-Dhuha: Dia memuliakan orang-orang miskin dan anak yatim.

Al-Alaq: Dijadikan atau menjadi orang yang tawaduk, fasih dan cantik tulisannya.

Al-Qadar: Panjang umur serta tinggi martabatnya.

Al-Bayyinah: Dengan izin Allah, mendapat pertunjuk di tangannya kaum yang zalim.

Al-Zalzalah: Allah mengoncongkan dengannya tumit orang-orang kafir.

Al-'Adiyat: Mendapat kuda.

Al-Qariah: Menjadi mulia kerana bertakwah dan banyak beribadah.

At-Takasur: Menjadi zuhud dan tidak menumpuk harta.

Al-Asr: Dijadikan orang sabar dan mentaati kebenaran. serta mendapat keuntungan yang banyak.

Al-Humazah: Dia mengumpul harta yang banyak yang bermanfaat baginya untuk amal-amal kebajikan.

Al-Fil: Ditolong untuk menentang musuh-musuhnya dan di tangannnya Islam dapat menakluki kawasan musuhnya.

Al-Quraisy: Dia memberi makan orang-orang miskin dan terjadi hubungan erat di antaranya dan hamba Allah yang lain.

Al-Ma'un: Berjaya mangalahkan orang-orang yang menentangnya.

Al-Kausar: Banyak kebaikannya di dua negeri.

Al-Kafirin: Diberi taufik untuk menentang orang-orang kafir.

An-Nasr: Allah SWT menolongnya untuk melawan musuh-musuhnya.

Al-Lahab: Sebahagian orang munafik memusuhinya tetapi akhirnya dikalahkan oleh Allah

Al-Ikhlas: Mendapat kesenangan, mulia dan terpelihara akidahnya.

Al-Falaq: Allah SWT memeliharanya dari kejahatan manusia, jin, gangguan binatang dan dengki manusia.

Al-Nas: Selamat daripada gangguan syaitan dan tenteranya.

Kata siapa berdoa itu lemah?

"Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Murah hati. Allah malu bila ada hambaNya yang menengadahkan tangan (memohon kepada-Nya) lalu dibiarkannya kosong dan kecewa. "(HR. Al Hakim)
=======================================================================
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS Al-Mu’min :60)

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Al-Baqarah: 186)

Dalam berdoa kita harus yakin bahwa doa yang kita panjatkan akan Allah kabulkan. Sebagaimana sabda rasulullah, 

"Berdoalah kamu sekalian kepada Allah dengan perasaan yakin akan dikabulkannya doamu." (HR.Tirmidzi)

Serta, kita harus selalu berprasangka baik akan terkabulnya doa kita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah 'azza wajalla berfirman: 'Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-ku, Aku akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku." (HR. Muslim No: 4849)

Selain itu, agar doa kita dikabulkan Allah, kita harus selalu menjaga hubungan baik kita dengan Allah, melalui keimanan dan amal shalih. Allah berfirman,“Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras”. (Asy-Syura: 26)

sepenggal cerita tentang calon suami *copas

Tengah hari itu aku nekat pulang ke kampung halaman. Aku nekat, mencari tahu latar belakang calon istriku, dan mengapa ibu bapaknya, mau melepaskan anaknya kepada laki-laki seperti aku. Cuma, aku tidak tahu bagaimana cara untuk mencari tahu. Selama di dalam bus, aku beruntung duduk di sebelah seorang laki-laki yang ramah.

Kepada laki-laki itu aku bertanya, “Bagaimana cara cari tahu latar belakang calon istri kita?”

“Mudah kok. Kalau dia ada FB, buka FB dia, atau cari saja nama lengkapnya di internet. Nanti ada lah informasi tentang dia. Kalau susah, pergi tempat kerjanya, tanya kawan-kawannya, atau tanya saudara-saudaranya.”

Untuk mencari tahu tentang calonku itu di internet, nama lengkapya saja aku tidak tahu. Aku cuma diberitahu, namanya Sarimah. Berapa banyak orang punya nama Sarimah di internet? Banyak! Lalu aku ambil nasihat kedua dari laki-laki itu, tanya rekan-rekan sekerjanya, dan mujur aku tahu gadis itu bekerja di kantor Bappenas.

Sampai di kampung, aku pinjam motor ayah, lalu pergi ke kantor Bappenas. Aku tidak tahu apa jabatannya, tetapi kantor sebesar itu, pasti banyak orang yang namanya sama. Tetapi agak tidak logis juga kalau aku langsung masuk ke kantor dan bertanya tentang calon istriku. Lalu akhirnya aku ambil keputusan menunggu dan memperhatikan di seberang jalan.

Aku pikir, mungkin pada waktu makan tengah hari, Sarimah dan kawan-kawannya akan keluar, dan apabila sudah ingat wajah kawan-kawannya, setelah pulang nanti boleh lah saya tanya tentang Sarimah. Itulah rencanaku, rencana yang diatur dengan baik. Lalu aku pun duduk di atas motor menghadap kantor Bappenas yang cuma satu beberapa meter di depanku.

Kemudian datang pula rasa menyesal, sebab pada jam 11 pagi, cuaca sudah terik. Di situ belum ada pohon yang rindang, karena semuanya baru saja dipangkas dahannya. Sudah panas terik, satpam di luar kantor mulai memperhatikanku. Bukan Cuma satpam, malah orang yang lalu lalang di situ turut memperhatikan.

Aku lupa, jam kantor seperti itu, segala perbuatan yang tidak biasa akan jadi perhatian. Perbuatanku, yang duduk di depan kantor bukan perkara biasa. Nampak terlalu aneh.

Akhirnya, aku semakin menyesal karena dari jauh aku lihat seorang perempuan keluar dari kantor. Semakin dekat perempuan itu, semakin aku berdebar. Wajahnya semakin jelas, dengan kerudung kuning muda, dan baju kurung biru muda. Dia adalah calon istriku, yang Cuma aku kenal namanya. Sarimah. Hanya itu.

Aku sempat berpikir untuk menghidupkan motor dan kemudian pergi dari situ. Tetapi semuanya sudah terlambat, kemudian Sarimah berkata, “Kamu Salman?”

Aku memberikan senyuman yang paling terpaksa pernah aku buat. Lebih terpaksa daripada senyum terpaksa apabila bertemu dengan guru semasa sekolah dahulu.

“Ya, saya. Kok kamu bisa tahu?”

“Kawan di kantor yang beritahu, katanya ada laki-laki di sebearang jalan. Mereka menggodaku, katanya mungkin aku kenal, dan aku pikir wajahmu sama dengan foto yang ditunjukkan oleh ibu.”

Satu kantor pun tahun aku menunggu disini?! Duh! Payah betul caraku mencari informasi ini. Kemudian aku memerhatikan wajah Sarimah, dan ternyata wajah aslinya jauh lebih cantik daripada wajah di foto. Mungkin karena itu pass foto. Orangtuanya pun hanya memberikan satu foto. Entahlah, ibu dan ayahku pun mungkin memberikan pass fotoku. Ketika itu juga aku merasa jantungku berdebar, karena saat mengambil foto itu, aku baru saja bangun tidur.

Aku perhatikan pula perutnya, tetapi tidak nampak ada tanda-tanda perempuan mengandung. Saat aku memperhatikan, terasa tangannya menyilang menutupi perutnya, dan aku malu karena ketahuan memperhatikan perutnya. Pasti dia sadar kalau aku memperhatikan perutnya, entah apa yang dia pikirkan sekarang.

Aku rasa, Sarimah ini adalah perempuan yang berani. Berani untuk keluar berjumpa denganku. Kalau perempuan lain, tentu mereka tidak berani. Barulah aku sadar, inilah pertemuan pertamaku dengan calon istri aku. Pertemuan dalam keadaan yang agak aneh.

Selepas pertanyaan itu, kami terdiam. Kami hanya berdiri di tepi jalan raya, sambil memandang ke arah yang sebenarnya agak aneh untuk dipandang. Aku memandang ke ujung jalan, dan Sarimah memandang ke arah motor ayahku.

Aku tahu, ini keadaan yang tidak betul dan aku sebagai laki-laki perlu menunjukkan contoh yang baik kepada calon istriku. Jadi, selepas puas berpikir dan memberanikan diri, aku berkata, “Sudah makan?”

“Saya sedang diet.”

Nasib baik bagiku dia bilang sedang diet. Bagaimana kalau dia bilang, ayo kita makan, aku akan sangat jahat sekali, karena di dalam dompetku cuma ada uang dua puluh ribu rupiah. Mana cukup. Setelah itu, keadaan kembali sepi.

“Aku mau kembali ke kantor,” kata Sarimah sopan dan membuatku lega.

“Aku juga mau pulang,” balasku, dan ternyata, rasa legaku tidak berlangsung lama.

“Malam ini datanglah ke rumah.”

“Datang ke rumahmu?”

“Iya, makan malam dengan keluargaku.”

Aku terdiam. Berdebar-debar.

“Jemputlah sekalian ayah dan ibumu kalau mereka tidak ada halangan.”

“Baiklah, selepas maghrib insya Allah aku sampai.”

***

Sepanjang perjalanan pulang, aku merasa tidak puas hati dengan diriku. Mengapa aku tiba-tiba menjadi kaku? Seharusnya, pada waktu itulah aku banyak bertanya dan mencari tahu kenapa dia dan keluarganya memilih aku.

Cuma malam ini aku merasa sedikit bingung. Alamat rumah Sarimah, aku bisa tanya ayahku, tapi mungkinkah aku patut bawa ayah dan ibuku sekaligus? Tidak.. Tidak.... Bukannya aku tidak mau, biasanya kalau ada ibu, habis semua rahasia anaknya dia ceritakan. Beliau senang sekali menceritakan rahasia anaknya.

Lagipula aku ada banyak rahasia yang tidak patut Sarimah dan orangtuanya tahu. Rahasia yang paling aku takuti dibocorkan oleh ibu adalah hampir setiap bulan aku masih meminta uang kepada ibuku. Memang memalukan, tetapi untuk pergi seorang diri, aku juga tidak berani.

Akhirnya, aku punya ide paling bagus. Aku melajukan motor ayah langsung ke rumah kawan lamaku, Rudy. Bukan sekedar kawan lama, tetapi juga sahabat karib. Aku yakin dia ada di rumah, karena dia juga senasib denganku, belum ada pekerjaan tetap. Bedanya, dia bertarung hidup di kampung, dan aku bertarung hidup di kota.

Sesampainya di rumah Rudy, aku lihat Rudy sedang duduk di tangga sambil bermain gitar. Itulah kemampuan Rudy yang sangat aku cemburui. Aku tidak pandai bermain gitar, bahkan tak tahu caranya.... oh... ada lagi rupanya kemahiran Rudy yang tidak aku miliki. Rudy pandai menggoda gadis dengan bermain gitar, dan Rudy sangat berani berhadapan dengan perempuan, tidak seperti aku. Itulah akibatnya, aku tidak punya keyakinan apabila berhadapan dengan perempuan.

“Lama banget kau gak muncul,” kata Rudy saat aku duduk di sebelahnya.

“Masa lama sih. Baru juga dua bulan lebih.”

“Lama itu.”

Aku diam, dan coba mendengarkan petikan gitar lagu rock terkenal, 'Suci Dalam Debu'. Aku coba menyusun kata untuk mengajaknya menemaniku malam ini, tetapi belum ada kata yang bagus.

“Aku dengar seminggu lagi kau mau nikah. Kok gak ngundang?” kata Rudy, dan itu secara tidak langsung memberikanku jalan untuk melaksanakan rencanaku.

“Ini acara pihak perempuan, jadi mereka cuma ngundang kerabat perempuan aja.”

“Kerabatmu gimana?”

Aku diam, karena aku tidak tahu bagaimana menyampaikannya. Sebab dengan keuanganku sekarang, hidang mie goreng kepada tamupun aku tidak mampu.

“Lihat nanti saja lah. Kalau nanti kau sampai ke rumah ku, kau pergi dulu saja.”

Rudy semakin mengencangkan petikan gitarnya. Kini lagu Adele pula, 'Someone like you'. Entah mengapa, lagu yang temanya kecewa saja yang dia mainkan saat ini.

“Dia cantik gak?” Rudy memandang dengan senyuman penuh berharap.

“Cantik.”

“Gimana bisa kenal dia?” Senyuman Rudy kini semakin tinggi harapannya. Harapan jenis apa aku tidak tahu. Mungkin harapan untuk melihat aku bahagia. Walaupun aku merasa seperti Rudy pasti berpikir tidak logis aku mendapatkan gadis cantik.

“Ayah dan ibuku yang menjodohkan. Aku terima saja.”

“Kau belum pernah ketemu dia?”

“Baru tadi.”

“Memang dia cantik?”

“Memang cantik.”

Rudy kini memperlihatkan wajah orang yang sedang gusar dan berpikir panjang.

“Apa pekerjaannya?”

“Pegawai di Bappenas. Aku tidak tahu jabatannya. Tetapi ibuku bilang, dia punya jabatan cukup tinggi.”

“Hmm... Dia cantik, pekerjaan bagus, tapi kok dia mau kawin denganmu? Heran.”

Aku menelan liur. Nampaknya Rudy juga sudah merasa ada sesuatu yang tidak benar. Dia pandangi wajahku.

Rudy menyambung, “Kau, ganteng juga nggak. Heran-heran.”

Aku tersenyum pahit. Aku akui, aku memang tidak tampan dan itu pun sebenarnya merisaukanku juga.

“Kau tidak heran?” tanya Rudy.

“Ya heran juga sih.”

“Kau sudah periksa latar belakang perempuan itu?”

Aku pandangi wajah Rudy. Akhirnya peluangku tiba.

“Malam ini kau ikut aku. Temani aku ke rumah calonku itu.”

“Hah? Buat apa?” Rudy memandang heran.

“Dia ajak aku makan malam di sana. Ketemu dengan ayah dan ibunya. Nanti itu, baru akan aku cari tahu latar belakangnya.”

“Kau pergi sajalah sendiri.” Rudy kembali memetik gitar.

“Kamu kayak gak tahu aku. Aku segan. Aku butuh kamu temani aku. Kamu kan berani, mungkin kamu bantu aku kepo juga.”

“Kepo? Kepoin apa?”

“Tanyain lah hal-hal yang bisa ditanyain. Kamu kan berpengalaman dalam dunia percintaan. Pasti bisa bantu aku.”

Akhirnya, setelah lama aku bujuk, Rudy pun setuju.

***

Malam itu, walaupun aku sudah salin alamat dari ayahku, tetap saja aku tersesat. Aku sampai selepas Isya, bukannya selepas Maghrib. Aku lihat makanan sudah terhidang di atas meja, dan nampak sudah dingin. Mungkin perut Sarimah dan orang tuanya juga sudah lapar.

“Maafkan saya karena terlambat.”

“Gak apa-apa, masuklah,” kata seorang lelaki yang sebaya ayahku. Mungkin dia adalah ayah Sarimah dan calon ayah mertuaku.

“Ooo... Ini dia Salman. Ayahmu bilang kamu akan pulang lusa, kok cepat bener baliknya?” tegur seorang perempuan, yang aku yakin adalah ibu Sarimah.

“Ada yang harus diurus dulu di rumah,” balasku dan kemudian berkata, “Kenalkan ini kawan saya Rudy. Ibu dan ayah saya tidak bisa datang.”

Kemudian, Sarimah keluar dari dapur dan dia kelihatan sangat cantik. Tertegun aku dan aku sempat melihat wajah Rudy yang ikut tertegun.

“Beruntung kamu,” bisik Rudy.

Selepas makan, kami duduk di ruang tamu dan pada waktu itulah, aku lirik-lirik Rudy supaya mulai menjalankan rencananya.

“Kata Salman, ini pertama kali dia berjumpa dengan bapak dan ibu ya. Malah dengan Sarimah pun baru tadi ketemu.” kata Rudy, dan aku mulai berdebar-debar.

“Iya, ini pertama kalinya. Sebelumnya, kami lihat wajahnya dalam pass foto yang diberi oleh ibunya.” jawab ayah Sarimah.

Aku semakin berdebar-debar. Ibuku ngasih pass foto? Ah, sudah! Matilah aku!

“Tidak sangka, orang aslinya ganteng juga.” sambung ibu Sarimah.

Aku mulai merasa pipiku panas. Jarang sekali ada orang yang memuji aku tampan. Kalaupun ada, pasti ada maksudnya. Atau mungkin, ibu Sarimah hanya ingin menjaga perasaanku.

“Itulah saya heran. Karena Salman bilang, orangtuanya yang mengatur. Gak nyangka, zaman sekarang masih ada ya pernikahan yang diatur oleh orang tua. Apa rahasianya Pak?” Rudy memang tidak menunggu lama, terus saja dia bertanya sambil ketawa-ketawa kecil. Jadi, walaupun ini persoalan serius, tetapi ia nampak seperti bergurau.

“Tidak ada rahasia apa-apa. Emang Salman gak ngasih tahu kamu?”

Rudy memandangiku, kemudian dia pandangi ayah Sarimah dan menggeleng.

Lalu aku bilang, “Sebenarnya saya pun tidak tahu apa-apa.”

“Kamu tidak tanya ayah dan ibumu?”

Pada saat itulah, aku mulai merasa menyesal. Ya, aku tidak tanya pun kepada ayah dan ibuku mengapa beliau memilih Sarimah. Yang aku tahu, ibuku cuma tanya, “Mau ibu carikan kamu jodoh?” Aku pun menjawab, “Boleh.” Tiba-tiba, dua minggu kemudian, aku sudah bertunangan dan dalam satu bulan akan menikah. Itupun tunangan pakai uang ibuku. Memalukan betul.

“Saya tidak tanya.”

Ayah Sarimah mulai ketawa kecil.

“Begini, saya dan ayah kamu itu memang sudah lama kenal. Suatu hari, ngobrol-ngobrol di kedai kopi, kami bercerita tentang anak masing-masing, kemudian bercerita tentang jodoh, dan akhirnya, terus kepada rancangan mau menjodohkan anak masing-masing. Setelah itu, inilah yang terjadi,” jelas ayah Sarimah.

“Begitu saja Pak? Mudah sekali ya!” Rudy nampak terkejut, dan aku pun sebenarnya agak terkejut juga. Ya, mudah sekali ternyata.

Ibu dan ayah Sarimah hanya tersenyum lebar.

Ayahnya berkata, “Tidaklah semudah itu. Kami pun mau yang terbaik untuk anak bungsu kami. Kami pun mencari tahu latar belakang Salman.”

“Jadi Bapak tahu Salman ini menganggur dan tidak punya duit?” tanya Rudy, membuat aku geram tetapi dalam saat yang sama merasa sangat malu. Tiba-tiba aku berdoa supaya tubuhku menjadi kecil, supaya aku bisa menyembunyikan bukan saja muka, tetapi seluruh tubuhku di balik bantal.

“Tahu,” jawab ayah Sarimah sambil ketawa kecil lagi.

“Jadi?” Rudy bertanya sambil memutar tangan kanannya. Aku rasa, sebenarnya Rudy mau bilang, “Jadi, mengapa masih pilih Salman?” Mungkin karena tidak sampai hati, dia cuma pakai isyarat tangan saja. Ya, aku tahu betul sebab sudah lama aku kenal Rudy.

“Itulah yang diberitahu oleh ayahnya. Katanya, anak dia tidak tampan, tidak ada pekerjaan tetap, dan malah, bulan-bulan masih minta duit dari ibunya. Tetapi, dari situlah Bapak tahu, Salman ini akan menjadi suami yang baik.” Ayah Sarimah tidak lagi tersenyum, sebaliknya memandangku dengan wajah serius. Aku terus menunduk malu. Malunya aku. Rupanya mereka sudah tahu kalau aku ini masih minta duit selama berbulan-bulan kepada ibuku.

“Jadi?” Rudy sekali lagi menggerak-gerakkan tangannya.

“Ayahnya juga bilang, anaknya sering menelepon kampung, paling tidak dua kali seminggu. Dan, walaupun dia tidak punya pekerjaan tetap, kerjanya pun tidak menentu dengan gaji yang kecil, tetapi setiap kali mendapat gaji, ayahnya memberitahu, dia tidak pernah lupa memberikan sedikit kepada ibunya. Walaupun cuma dua ratus ribu. Jadi, bayangkan walaupun hampir tiap bulan dia kekurangan uang, tapi dia masih mau membantu orang tua. Itulah namanya tanggungjawab!”

Aku tertegun. Aku sebenarnya tidak menyangka ayahku menceritakan perkara itu juga kepada ayah Sarimah.

“Ooo... Tanggungjawab,” Hanya itu kata Rudy sambil mengangguk-angguk.

Ayah Sarimah menyambung perkataannya, “Tanggungjawab itu, bukan saat kita kaya saja. Tanggungjawab itu adalah sesuatu yang kita pegang disaat kita susah dan disaat kita senang. Lalu, dalam rumahtangga, tidak selamanya senang. Lebih banyak saat susahnya. Jadi, Bapak akan lega, karena tahu anak Bapak berada dalam tangan laki-laki yang bertanggungjawab.”

“Betul juga ya Pak. Lagi pula, Salman ini setahu saya dia tidak pernah lupa shalat dan tidak punya pacar, karena dia takut perempuan, hehe.” tambah Rudy yang membuat aku tersipu-sipu. Tidak kusangka Rudy memujiku.

“Shalat itulah perkara utama yang Bapak tanya kepada ayahnya, dan pacar pun Bapak tanya.” Ayah Sarimah kembali tertawa kecil.

“Susah mau cari orang seperti Bapak di zaman ini. Zaman sekarang, semua mau menantu kaya,” tambah Rudy lalu terlihat wajahnya tiba-tiba murung. Mungkin dia sedang bercerita tentang dirinya sendiri secara tidak sadar.

“Dulu, waktu Bapak menikahi ibu Sarimah, hidup Bapak pun susah. Bapak juga orang susah, cuma bekerja sebagai pembantu pejabat, sedangkan ibu Sarimah itu anak orang kaya di kampung. Alhamdulillah, keluarga istri Bapak termasuk yang terbuka. Lalu, kenapa Bapak tidak memberi peluang kepada orang yang susah, sedangkan Bapak dulu pun diberi peluang. Yang penting, dia susah bukan karena dia malas, tetapi karena memang belum rezeki. Beda sekali, orang malas dengan orang yang belum ada rezeki. Kalau susah karena duduk-duduk di rumah dan tidur berguling-guling, memang Bapak tidak akan terima,” jelas ayah Sarimah dengan panjang lebar.

Aku berasa mulai sedikit lega. Tidak kusangka, begitu pikiran ayah dan ibu Sarimah. Perlahan-lahan, perasaan maluku itu mulai berkurang. Perlahan-lahan juga, perasaan curigaku kepada Sarimah ikut berkurang.

“Anak Bapak hebat juga. Dia mau nurut kata Bapak. Zaman sekarang, biasanya semuanya sudah punya pacar,” kata Rudy. Aku tahu, Rudy juga sedang memasang umpan untuk mengetahui latar belakang Sarimah sekaligus. Aku kembali berdebar-debar.

“Alhamdulillah. Bapak sangat bersyukur diberi anak seperti Sarimah. Awalnya, Bapak khawatir juga, tetapi setelah satu minggu, Sarimah bilang setuju. Cuma Bapak tidak tahu apa yang membuat diadia setuju, mungkin Salman bisa tanya dia sendiri setelah menikah nanti,” kata ayah Sarimah, lalu dia, istrinya dan Rudy tertawa bersama. Tinggal aku dan Sarimah saja yang duduk diam-diam malu. Sempat aku melirik Sarimah, dan bertanya dalam hati, “Mengapa kamu mau dengan lelaki seperti aku?'

***

Alhamdulillah. Allah mudahkan usaha kami. Aku sudah sah menjadi suami Sarimah, dan setelah bersalaman dengan Sarimah, rasa gentar dan maluku kepada Sarimah mulai berkurang. Malah aku mulai memanggilnya, 'sayang'. Lalu setelah resepsi, aku dan Sarimah masuk ke dalam kamar, berdua-duan untuk pertama kalinya.

Dalam hati, masih kuingat pertanyaanku pada malam aku bertemu ayah dan ibu Sarimah. Kini pertanyaan dalam hati itu aku nyatakan dengan lidah, “Sayang, mengapa kamu setuju untuk menikah dengan laki-laki sepertiku? Laki-laki yang belum tentu masa depannya, dan mungkin juga membuat dirimu menderita.”

Tidak kusangka, pertanyaan melalui lidahku menjadi lebih panjang dan detil dari pertanyaan dalam hati.

Sarimah yang saat itu sedang duduk malu-malu, memandangku lalu mencium tanganku, dan berkata, “Ampuni Sarimah bang, ampuni Sarimah.”

Aku mulai berdebar-debar dan tidak enak hati.

“Ampuni apa sayang?”

“Sebab, Sarimah sebenarnya sempat curiga juga dengan Abang. Sarimah sempat tidak yakin dengan Abang. Malah Sarimah minta tolong kawan Sarimah, yang kebetulan tinggal bersebelahan dengan Abang di kota supaya mencari tahu latar belakang Abang. Malah, Sarimah juga solat iskhtikarah hanya karena ragu-ragu kepada Abang.”

Debar jantungku kembali menurun. Rupanya, Sarimah lebih dulu mencari tahu latar belakangku? Malunya aku. Tetapi sekarang dia sudah jadi istriku, lalu aku angkat kepalanya dan kupandangi matanya.

“Abang ampunkan. Abang pun minta maaf, sebab Abang pun pernah juga berasa curiga kepadamu.”

Sarimah tersenyum. Bukan senyum manis biasa, tetapi senyuman seorang perempuan yang bahagia, dan senyuman itu sangat ajaib karena ikut membuat aku merasa bahagia. Mungkin inilah perasaan bahagia yang datang karena kita membahagiakan orang lain. Tetapi pertanyaanku tadi masih belum terjawab sepenuhnya.

“Jadi, apa kata kawanmu?” lanjutku ingin tahu. Aku risau, takut kawannya membicarakan yang tidak-tidak.

“Katanya, Abang ini tidak punya pekerjaan tetap. Motorpun pinjam punya teman, tapi katanya dia selalu melihat Abang membaca koran untuk mencari kerja, mengirim surat lamaran, dan selalu memeriksa kotak surat kalau-kalau ada surat lamaran yang dibalas. Maksudnya, Abang ini orang yang rajin berusaha. Katanya lagi, dia tidak pernah melihat Abang keluar dengan perempuan. Shalat pun pasti Abang berjamaah.”

Aku mulai tersipu malu. Takut ketahuan kalau aku tersipu, aku pun bertanya, “Tetapi orang secantik dirimu pasti banyak orang yang tertarik kan? Pasti banyak yang mau meminang dirimu, dan mungkin pasti juga yang ada sudah datang ke rumah untuk meminang.”

Sarimah sekali lagi tersenyum.

“Ya, memang banyak laki-laki yang mencoba dekat dengan Sarimah, tetapi Sarimah sangat takut. Sarimah ingat dengan kakak”

“Mengapa dengan kakak, sayang?” tanyaku segera.

Sarimah pun bercerita panjang lebar, dan aku baru tahu kalau kakaknya sudah meninggal. Kakak Sarimah dulu juga seorang perempuan cantik, dan banyak laki-laki yang meminangnya. Akhirnya, dia menikah dengan lelaki pilihan hatinya sendiri. Laki-laki yang tampan, berpendidikan tinggi, dan bekerja dengan gaji yang lumayan. Sayangnya, setelah satu tahun menikah, suami kakaknya mulai berubah karena belum juga mendapatkan anak. Dia mulai pulang terlambat, dan suka marah-marah.

Bahkan, suaminya sampai di PHK karena krisis ekonomi. Hidup mereka menjadi susah, dan suaminya juga semakin banyak berubah. Dia sudah tidak pulang berhari-hari, apabila pulang, hanya untuk meminta uang, marah-marah dan memukul istrinya. Kemudian terungkaplah bahwa selama ini suami kakaknya itu sudah memiliki perempuan lain. Lalu pada hari itu, dengan hati yang kusut, kakak Sarimah gagal mengendarai mobilnya hingga kecelakaan dan meninggal dunia. Diakhir ceritanya itu, aku langsung menggenggam tangan Sarimah erat-erat.

“Karena itulah, Sarimah takut kalau mau menerima laki-laki sembarangan dalam hidup Sarimah. Malahan, Sarimah juga sebenarnya sudah mengamanahkan ayah dan ibu untuk mencari laki-laki yang sesuai untuk Sarimah. Biar tidak kaya, biar tidak tampan, tetapi lelaki itu mampu membahagiakan hidup dengan kasih sayang dan mendamaikan hati dengan agama.”

Akhirnya, semuanya sudah jelas. Kenapa ayah dan ibu Sarimah memilih laki-laki sepertiku, dan mengapa Sarimah menerimaku dalam hidupnya. Genggaman tanganku semakin kuat.

“Abang... Tolong jaga Sarimah. Jaga dan mohon jangan lukai hati Sarimah. Mohon bang,” rayu Sarimah dan air matanya pun mulai menggenang, dan kemudian menetes di pipinya yang cantik. Aku segera menyeka air mata Sarimah.

“Abang bukanlah laki-laki terbaik, dan Abang tidak mampu berjanji menjadi suami yang terbaik untukmu. Abang cuma mampu berjanji, Abang berusaha menjadi laki-laki yang terbaik itu, dan berusaha menjadi suami yang terbaik untukmu,” kataku perlahan, dan Sarimah terus memelukku. Aku merasa, bahuku sudah basah dengan air mata Sarimah.

========================================

"Anakku, hidup di dunia ini hanya mampir sebentar saja. Kehidupan yang sesungguhnya adalah di akherat kelak. Setiap langkah itu tergantung pada cita-cita. Apa yang didapatkan adalah hasil dari cita-cita. Tidak ada cita-cita yang lebih indah selain berjumpa dan menatap wajah Allah. Jadikan pasangan sebagai ladang ilmu dan amal. Hendaknya kalian bahu membahu menjadikan Allah sebagai tujuan. Karena Allah adalah tujuan kita."


Powered by mp3skull.com